Setop Diskriminasi Anak Down Syndrome



KIMDEPOK - Keberadaan anak down syndrome atau anak yang berkebutuhan khusus di lingkungan perlu adanya perhatian khusus dan diharapkan jangan ada diskriminasi. Mereka ciptaan Tuhan yang harus mendapatkan perlakuan yang sama, tanpa ada diskriminasi.“Maka dari itu, kami minta setop memandang sebelah mata atau membully mereka. Justru kita harus memberikan support kepada mereka dan menerima mereka tanpa diskriminasi, “ ungkap Sekretaris Umum Persatuan Orangtua Anak Down Syndrome (Potads) Olivia Maya S., saat menggelar acara sosialisasi downs syndrome di SDN Mekar Jaya 29, Jalan Rebab Raya RT07/09 Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, kemarin.
Dijelaskannya,  anak down syndrome perlu mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk tampil, menumbuhkan rasa percaya diri, menyalurkan minat dan bakatnya.
“Mereka memiliki karakter tersendiri.  Bahkan dibalik keterbatasannya, mereka
juga memiliki kemampuan dan kelebihan.Kita berharap, keberadaan mereka bisa diterima di masyarakat dengan lebih mengenali, memahami dan menghargainya,” paparnya.
Lebih lanjut diutarakannya, anak penyandang down syndrome bisa berkembang dengan baik bila diberikan stimulasi, terapi dan diajak sosialisasi.
“Ada pun terapi ini, seperti fisioterapi, pijat dan urut yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi anak. Terapi bisa di tempat khusus, ada juga di rumah sakit,” katanya.
Fisioterapi, katanya lagi, dilakukan saat anak bayi sindroma down bisa mengangkat kepala. Terapi ini juga bisa membuat anak duduk, sampai bisa beralan.
“Kalau ingin belajar jalan, kakinya diurut. Kalau muka, mukanya yang dipijat. Anak down syndrome mempunyai lidah lebih lebar dan pendek. Karena otot pipi kurang kuat kadang-kadang mulutnya kebuka terus, diurut supaya tertutup,” ujarnya.
“Untuk bisa jalan bukan hanya diurut, tapi juga membangunkan otot-otot yang tidur. Bisa juga pakai alat misalnya pakai bola, guling padat,” imbuhnya.
Sementara terapi bicara dilakukan dengan mengurut-urut daerah mulutnya di luar dan dalam. Saat terapi anak sindroma down diajarkan belajar A, B, C, mereka diajarkan cara mengucapkan yang benar.
“Okupasi terapi motorik halus seperti menulis, motorik kasar seperti melempar, meremas,” katanya.
Terkadang, lanjutnya, orang sering menyalahkan ketika  melihat anak sindroma down sering memukul atau sebagainya. Menurutnya, mereka bukan nakal tapi lebih karena tidak diterapi.
“Kalau terapi dikasih tahu melempar bagaimana. Kalau lempar bola boleh, kalau lempar barang nggak boleh, dikasih tahu. Dia misalnya pukul atau jambak, jelaskan itu nggak boleh. Kadang karena mereka belum diterapi, mereka belum bisa mengontrol gerak tubuhnya dan tangannya, untuk itu, anak down sindrom ini harus diperhatikan,” tuturnya.
Sementara, Wakil Wilayah Potads Depok Ayu mengungkapkan, acara sosialisasi tersebut bagian dari kalender Potads  yang sebelumnya dilaksanakan sebelum Lebaran di posyandu.
Menurutnya, saat ini merupakan tahap kedua sosialisasi di SDN Mekarjaya. Sedikitnya 80 siswa mengikuti kegiatan. Khusus untuk materi sosialisasi, ditujukan pada siswa kelas empat SD.
“Sasarannya adalah siswa SD agar mereka lebih paham dalam berkomunikasi dan memperlakukan ADS dengan baik. Target kita selanjutnya adalah Rumah Sakit,” tandasnya.

Komentar